Cagar Alam Pulau Nusa Barong

Dengan luas 6.100 hektare dan terletak di Samudera Indonesia, Pulau Cagar Alam Pulau Nusa Barong kini mulai menarik perhatian wisatawan. Publik masih belum banyak mengetahui, bahwa Cagar Alam Pulau Nusa Barong adalah cagar alam yang harus dijaga betul dari intervensi manusia. Di dunia maya, sudah ada blogger amatir yang menawarkan Cagar Alam Pulau Nusa Barong sebagai destinasi wisata. Ada pula agensi wisata yang mencoba meminta izin kepada Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jember untuk menjadikan Cagar Alam Pulau Nusa Barong sebagai bagian paket wisata. “Kami belum bisa menerima tawaran itu,” kata Kepala Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jember, Jawa Timur, Sunandar Trigunajasa. BKSDA lebih memperhatikan konservasi daripada profit yang bisa diambil dari pulau tersebut. Sunadar menjelaskan, Cagar Alam Pulau Nusa Barong memiliki kekhasan dan keunikan, baik dari sisi flora maupun ekosistem. Ada empat ekosistem di pulau itu, yakni ekosistem pantai, hutan payau, hutan rawa, dan hutan hujan dataran rendah. Sementara untuk  potensi flora, terdapat 16 spesies tumbuhan dan 20 spesies hewan. Saat masa pemerintahan Hindia Belanda, Cagar Alam Pulau Nusa Barong dikenal sebagai habitat satwa rusa(Cervus timorensis), penyu (Chelonidae), serta beberapa jenis burung laut.  Pemburu sering masuk untuk menembak rusa di sana. Akhirnya, tahun 1920, pemerintah Belanda menerbitkan staatblad nomor736 yang menetapkan pulau itu sebagai kawasan cagar alam hingga kini. Pulau ini juga salah satu pulau terluar Indonesia. Jika terjadi kerusakan akibat intervensi manusia, maka sedikit-banyak akan mengganggu kedaulatan negara. Kerusakan mudah  timbul di daerah itu, karena lapisan tanahnya cukup tipis. Seseorang perlu menyeberangi laut yang ganas, untuk mencapai Cagar Alam Pulau Nusa Barong dari daratan Kabupaten Jember, Jawa Timur. Dari pesisir Kecamatan Puger, perjalanman biasanya ditempuh dengan sampan atau jukung, dan membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam dalam keadaan ombak tenang. Sulitnya medan itu ternyata tak menyurutkan orang untuk menapak pulau tersebut. Sunandar mengatakan, ada beberapa jenispengunjung pulau. Pertama, nelayan yang terpaksamendarat di sana karena berlindung dari badai. Kedua, para penggemar pancing ikan yang juga kadang mendarat di sana dengan tujuan yang sama dengan nelayan. Ketiga, tentu saja adalah para pencuri flora dan fauna pulau itu. BKSDA sering kerepotan menghadapi pencurian telur penyu, sarang burung walet, dan kayu sentigi yang terjadi sejak 1980. Tahun 2011 lalu, ada dua kasus pencurian telur penyu yang terbongkar, di Kota Batu dan  kecamatan Puger, Jember. Jumlah telur penyu curian yang diamankan sekitar dua ribu butir. Dua penjual mengaku mendapat telur penyu curian dari Cagar Alam Pulau Nusa Barong. Petugas kesulitan melakukan pengawasan intensif karena sulitnya medan dan besarnya biaya transportasi. Di pulau itu tak ada air tawar, sehingga sulit dibangun pos permanen. Dulu sempat ada pos di Cagar Alam Pulau Nusa Barong, namun hancur terkena ombak Tsunami. Jadi petugas memakai sistem berkemah saja, dan dua bulan sekali masuk ke kawasan konservasi. Namun model kemping seperti itu bukannya tanpa kelemahan. Tim dari BKSDA tak bisa setiap saat masuk ke kawasan konservasi sesuai jadwal, terutama pada Desember dan Januari, saat puncak kedatangan penyu ke pantai dan bertelur. Saat Desember-Januari jumlah penyu yang bertelur di sana bisa mencapai 10-20 ekor semalam. Ombak yang besar membuat petugas kesulitan masuk ke Cagar Alam Pulau Nusa Barong. Di lain pihak, pencuri telur penyu kadang nekat. Mereka berani berenang ke pantai Cagar Alam Pulau Nusa Barong. Kendati menjaga rapat Cagar Alam Pulau Nusa Barong dari intervensi manusia, BKSDA tak menutup diri sepenuhnya. Sunandar mengatakan, pihaknya masih membuka peluang bagi para peneliti yang hadir ke sana. “Mungkin istilahnya wisata penelitian,” katanya. Jadi tak sepenuhnya komersial. Penelitian diperlukan untuk mengetahui lebih jauh kekayaan hayati Cagar Alam Pulau Nusa Barong. “Ke depan kira-kira kita akan mencoba suatu identifikasi, penelitian apa yang muingkin dibutuhkan dalam kerangka peningkatan konservasi Cagar Alam Pulau Nusa Barong,” kata Sunandar. Peneliti luar negeri dipersilakan melakukan penelitian, namun harus meminta izin Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Selain itu, mereka juga perlu mengantongi izin dari Kementerian Riset dan Teknologi. “Para peneliti luar negeri hendaknya juga melibatkan peneliti dari perguruan tinggi setempat,” kata Sunandar. Sementara untuk peneliti lokal diharuskan meminta izin kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam.

About Author

client-photo-1
jt