Enys Kartika percaya bahwa berkesenian adalah sebuah proses panjang. Sebagai sebuah proses, ia yakin, seni tradisional tak akan mati dan akan selalu menemukan ahli waris dalam setiap zaman. Setidaknya, itu dibuktikan perempuan kelahiran Blitar, 3 Mei 1975, ini saat menghidupkan Sanggar Gandes Kartika Budaya. Sanggar ini berimpitan dengan rumah Enys di Perum Bumi Ambulu permai, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Dibuka pada 2004, sanggar tersebut menjadi tempat berlatih seni tradisi Jawa, mulai dari musik hingga aneka tarian Jawa dan Bali. “Di sini tari Lah bako wajib dikuasai, karena merupakan identitas Jember,” kata Enys. Enys adalah pecinta seni tradisi. Pindah dari Blitar dan tinggal bersama sang suami, Mulyono, dan dua anaknya, ia mengajar seni tradisi di sekolah. Sanggar Gandes Kartika Budaya dibuka, karena ia ingin lebih berkonsentrasi mengembangkan dan mengajarkan seni tradisi. “Kalau saya melatih ke sana ke sini, waktu saya terlalu banyak di luar rumah,” kata Enys. Selain terlampau sedikit waktu untuk keluarga, melatih di berbagai tempat menyulitkannya melakukan regenerasi pelaku seni tradisi. Ini berbeda dengan sangar, di mana mereka yang berminat bisa datang sewaktu-waktu untuk berguru atau sekadar berdiskusi. Dalam waktu tak terlampau lama, sanggar Enys mulai diminati. Dari tahun ke tahun jumlah anak-anak muda yang ingin belajar seni tradisi kian bertambah. Saat ini ada 35 orang anak muda yang belajar karawitan dan sedikitnya 100 orang yang belajar menari. Murid Enys yang paling muda duduk di bangku taman kanak-kanak dan sekolah dasar, dan paling tua duduk di bangku kuliah. Ini sudah cukup menunjukkan betapa seni tradisi tak tergerus di hati anak-anak muda. “Saya berkesenian natural saja. Berjalan apa adanya. Anak-anak datang, dan kami belajar bersama. Mereka hanya membayar Rp 5 ribu setiap kali pertemuan. Ini proses, bukan semata-mata untuk kepentingan komersial,” kata Enys. Enys senang pemerintah daerah, provinsi, dan pusat mendukung langkahnya. Dunia pendidikan di Ambulu juga mendukung pengembangan seni tradisi. Di SMP Neger 1 Ambulu, tempat Enys mengajar, wawasan seni budaya diajarkan. Ini membuat masyarakat memahami bagaimana seni tradisi seharusnya dirawat. Enys tahu, tidak boleh berhenti sampai di sini. Ia bangga anak-anak asuhnya menyabet sejumlah penghargaan seperti Duta Penari Jawa Timur 2010, Festival Karya Tari dan Lagu Jawa Timur 2010, 2011, dan 2012. Mereka juga sering diminta bermain di daerah-daerah lain. Namun tidak ada yang lebih membanggakan bagi Enys, selain menyaksikan anak-anak didiknya meneruskan perjuangannya melestarikan seni tradisi secara formal. “Ada beberapa anak asuh saya yang melanjutkan pendidikan seni di perguruan tinggi,” katanya. Tunas-tunas muda memang tak pernah mati. []